makalah- walimah ursi- pesta pernikahan

A.    PENDAHULUAN

1.     Latar Belakang
Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan, tidal ada satu masalah pun  dalam kehidupan ini yang tidak dijelaskan, dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama yang member rahmat bagi sekuruh alam.
Dalam masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak, dimulai bagaimana cara mencari kriteria bakal calon pendamping hidup hingga bagaimana memperlakukannya. Islam memiliki tuntunannya, begitu pula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapat berkah dan tidak melanggar tuntunan Rasulullah SAW, demikian halnya dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh pesona.
Telah membudaya dikalangan masyarakat umum, baik masyarakat dari lapisan bawah maupun lapisan atas, ketika terlaksana pernikahan akan dilaksanakan pula sebuah perayaan dalam rangka mensyukuri terselenggaranya momen tersebut. Dalam merayakannya itupun sangat variatif. Ada yang di laksanakan secara kecil-kecilan dengan hanya sebatas menjamu para undangan dengan makanan sekedarnya atau bahkan ada yang merayakannya secara besar-besaran, dengan memakan  waktu berhari-hari dan dengan beraneka ragam hiburan dan makanan yang disajikan hingga terkesan berlebihan.

2.    Rumusan Masalah

Dalam makalah ini rumusan masalah yang dapat kami paparkan adalah sbb:
a.    Apa pengertian walimah?
b.    Hadits-hadits Dan lafazh, terjemahan, takhrij, dan syarah hadits tentang walimah?
c.    Bagaimana hukum dan anjuran walimah dalam islam?
d.    Bagaimana kriteria walimah yang islami?
e.    Apa hikmah penyelenggaraan walimah?

3.    Tujuan Pembahasan
a.    Untuk mengetahui pengertian walimah.
b.    Untuk mengetahui Hadits Dan lafazh, terjemahan, takhrij, dan syarah hadits tentang walimah.
c.    Untuk memahami hukum dan anjuran walimah dalam islam.
d.    Untuk mengetahui kriteria walimah yang islami.
e.    Untuk mengetahui hikmah penyelenggaraan walimah.

B.    PEBAHASAN

1.    Pengertian Walimah Nikah

Agama Islam mengajarkan, perkawinan merupakan peristiwa yang patut di sambut dengan rasa syukur dan gembira. Oleh karena itu, Nabi mengajarkan agar peristiwa perkawinan dirayakan dengan suatu perayaan atau walimah .
Walimah adalah istilah yang terdapat dalam literature arab yang membawa arti jamuan atau “Berkumpul”  yang  khusus untuk perkawinan saja. Walimah di adakan ketika akad nikah berlangsung, atau sesudahnya atau ketika hari perkawinan. Walimah juga biasa di adakan menurut adat yang berlaku dalam masyarakat. Dalam istilah perkawinan “Walimah” adalah : Makanan pesta perkawinan atau setiap makanan untuk undangan dan sebagainya, karena itu dalam bahasa Indonesia searti dengan resepsi perkawinan atau pesta perkawinan .
Walimah adalah perayaan pesta yang diadakan dalam kesempatan pernikahan. Di karenakan pernikahan menurut Islam adalah sebuah kontrak yang serius dan juga momen yang sangat membahagiakan dalam kehidupan seseorang maka dianjurkan untuk mengadakan sebuah pesta perayaan pernikahan dan membagi kebahagiaan itu dengan orang lain seperti dengan para kerabat, teman-teman ataupun bagi mereka yang kurang mampu. Dan pesta perayaan pernikahan itu juga sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah dia berikan kepada kita .
Disamping itu walimah juga memiliki fungsi lainnya yaitu mengumumkan kepada khalayak ramai tentang pernikahan itu sendiri. Tidak ada cara lain yang lebih baik melainkan melalui pesta pernikahan yang bisa dinikmati oleh orang banyak.

2.    Hadist – Hadist  Walimah Nikah


a.    Hukum Mengadakan Walimah
Sunnah bagi orang yang menikah untuk menyelenggarakan walimah setelah menggauli istri, sebagaimana perintah Nabi SAW, kepada ‘Abdurrahman Bin ‘Auf, dalam hadits yang telah disebutkan sebelumnya dan juga hadits yang telah diriwayatkan oleh Buraidah Bin al-Hashib, ia berkata:
لَمَّا خَطَبَ عَلِيٌّ فَاطِمَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّهُ لاَبُدَّ لِلْعَرْسِ مِنْ وَلِيْمَةٍ.
“Tatkala ‘Ali meminang Fatimah R.ama ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya merupakan keharusan bagi pengantin untuk menyelenggarakan walimah”.
Ada Beberapa Hal Yang Harus Diperhatikan, yaitu :
Pertama: Walimah hendaknya diselenggarakan selama tiga hari setelah dukhul (sang suami menggauli sang isteri), karena demikianlah yang dicontohkan oleh Nabi SAW .
Dari Annas bin Malik r.a, ia berkata:
تَزَوَّجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَفِيَّةَ وَجَعَلَ عِتْقَهَا صَدَاقَهَا وَجَعَلَ الْوَلِيْمَةَ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ.
Nabi SAW menikahi Shafiyyah dan kemerdekaannya sebagai maskawinnya, kemudian beliau menyelenggarakan walimah selama tiga hari.”
Kedua: Mengundang orang-orang shalih untuk menghadiri walimah tersebut, baik dari kalangan orang miskin maupun orang kaya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
لاَتُصَاحِبْ إِلاَّ مُؤْمِنًا، وَلاَ يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلاَّ تَقِيٌّ.
“Janganlah berteman kecuali dengan orang mukmin dan janganlah makan makananmu kecuali orang yang bertakwa.”
Ketiga: Menyelenggerakan walimah dengan seekor kambing atau lebih jika memang ia memiliki keluasan rizki, sebagaimana sabda Nabi SAW kepada ‘Abdurrahman bin ‘Auf R.a :
أَوْلِمْ وَلَوْبِشَاةٍ.
“Adakanlah walimah walaupun hanya dengan seekor kambing.”
Dan dari Anas bin Malik R.a ia berkata :
مَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْلَمَ عَلَى امْرَأَةٍ مِنْ نِسَائِهِ مَا أَوْلَمَ عَلَى زَيْنَبَ، فَإِنَّهُ ذَبَحَ شَاةً.
“Aku tidak melihat Rasulullah SAW menyelenggarakan walimah bagi isteri-isterinya seperti apa yang beliau selenggarakan bagi Zainab. Sesungguhnya beliau menyembelih se-ekor kambing.”
Dan tidaklah mengapa jika walimah di selenggarakan dengan hidangan seadanya walaupun tanpa adanya daging, sebagaimana hadits riwayat Annas, ia berkata:
أَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ خَيْبَرَ وَالْمَدِيْنَةِ ثَلاَثًا بَنَى عَلَيْهِ بِصَفِيَّةَ بِنْتِ حُيَيٍّ فَدَعَوْتُ الْمُسْلِمِينَ إِلَى وَلِيمَتِهِ، فَمَا كَانَ فِيْهَا مِنْ خُبْزٍ وَلاَ لَحْمٍ، أَمَرَ بِاْلأَنْطَاعِ فَأَلْقَى بِهَا مِنَ التَّمْرِ وَاْلأَقِطِ وَالسَّمْنِ فَكاَنَتْ وَلِيْمَتُهُ.
“Nabi SAW pernah berdiam selama tiga malam di daerah antara Khaibar dan Madinah ketika memboyong Shafiyyah binti Huyay. Lalu aku mengundang kaum muslimin untuk menghadiri walimahnya. Dalam walimah tersebut tidak ada roti dan daging. Beliau menyuruh membentangkan tikar kulit, lalu di letakkan di atasnya buah kurma, susu kering dan samin. Demikianlah walimah beliau pada saat itu.”
Tidak boleh bagi seseorang mengundang orang-orang kaya saja tanpa mengundang orang-orang miskin. Rasulullah SAW bersabda :
شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُمْنَعُهَا مَنْ يَأْتِيهَا وَيُدْعَى إِلَيْهَا مَنْ يَأْبَاهَا وَمَنْ لَمْ يُجِبِ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللهَ وَرَسُولَهُ.
“Sejelek-jelek makanan ialah makanan walimah yang ia di tolak orang yang datang kepadanya dan di undang kepadanya orang yang enggan mendatanginya. Maka barangsiapa tidak memenuhi undangan tersebut, ia telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Keterangan:
Walimah (pesta) dalam rangka upacara perkawinan adalah disunnahkan hukumnya. Adapun yang di kehendaki dengan pengertian “walimah” yaitu makanan yang dibuat untuk upacara perkawinan. Imam Syafi’i berpendapat, bahwa lafadz “walimah”  menepati (pengertianya) atas tiap-tiap undangan karena ke datangan kebahagiaan. Bagi orang yang mampu, paling sedikit walimah itu berupa satu ekor kambing, dan bagi yang tidak mampu, maka cukup dengan sesuatu yang mudah saja .

b.    Hukum Menghadiri Walimah

Dan apabila hukum menyelenggarakan walimah adalah sunnah Muakkad, maka bagi orang yang diundang ia wajib menghadiri walimah tersebut, sebagaimana hadits di atas dan juga sabda Rasulullah SAW :
إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْوَلِيْمَةِ فَلْيَأْتِهَا.
“Apabila salah seorang di antara kalian diundang ke walimah, maka hendaknya ia menghadirinya.”
Ia harus menghadiri walimah meskipun dalam keadaan puasa. Rasulullah SAW bersabda :
إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى طَعَامٍ فَلْيُجِبْ، فَإِنْ كَانَ مُفْطِرًا فَلْيُطْعِمْ، وَإِنْ كَانَ صَائِمًا فَلْيُصَلِّ، يَعْنِي الدُّعَاءَ.
“Apabila salah seorang di antara kalian diundang untuk makan, maka penuhilah undangan tersebut. Jika ia tidak puasa hendaknya makan, sedangkan jika ia sedang puasa, maka hendaknya ia mendo’akan.”
Dan boleh baginya untuk berbuka jika ia sedang puasa sunnah, terlebih lagi apabila diminta oleh orang yang mengundangnya, karena Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى طَعَامٍ فَلْيُجِبْ، فَإِنْ شَاءَ طَعِمَ، وَإِنْ شَاءَ تَرَكَ.
“Apabila salah seorang di antara kalian diundang untuk makan, maka penuhilah undangan tersebut. Jika berkehendak, maka ia boleh makan atau ia tinggalkan.”
Dan di sunnahkan bagi orang yang menghadiri walimah untuk melakukan dua hal, yaitu :
Pertama: Mendo’akan orang yang mengundangnya dengan do’a-do’a yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, seperti di bawah ini:
اَللّهُمًّ اغْفِرْلَهُمْ، وَارْحَمْهُمْ، وَبَارِكْ لَهُمْ فِيْمَا رَزَقْتَهُمْ.
“Ya Allah, ampunilah mereka dan sayangilah mereka serta berikan keberkahan pada rizki yang Engkau berikan kepada mereka.”
اَللّهُمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِيْ، وَأَسْقِ مَنْ سَقَانِيْ.
“Ya Allah, berilah makan kepada orang yang telah memberiku makan dan berilah minum kepada orang yang telah memberiku minum.”
أَكَلَ طَعَامَكُمُ اْلأَبْرَارُ، وَصَلَّى عَلَيْكُمُ الْمَلاَئِكَةُ، وَأَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُوْنَ.
“Telah makan hidangan kalian orang-orang shalih dan para Malaikat telah bershalawat kepada kalian serta orang-orang yang berpuasa telah berbuka dengan hidangan kalian”.
Kedua: Mendo’akan mempelai laki-laki dan wanita dengan do’a kebaikan dan keberkahan sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan “Tahni-ah (Ucapan Selamat Pernikahan)”.
Tidak boleh menghadiri walimah jika di dalamnya terdapat kemaksiatan, kecuali jika ia bermaksud untuk mengingkarinya dan berusaha menghilangkan kemaksiatan tersebut. Apabila kemunkaran itu berhenti, ia boleh terus menghadirinya, namun jika tidak, maka ia harus segera pulang.
Ada beberapa hadits yang menjelaskan tentang permasalahan ini, di antaranya adalah sebagai berikut:
Dari Ali bin Abi Tholib r.a , ia berkata:
صَنَعْتُ طَعَامًا فَدَعَوْتُ رَسُوْلَ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَ فَرَأَى فِي الْبَيْتِ تَصَاوِيْرَ فَرَجَعَ، فَقُلْتُ: يَارَسُوْلَ الله، ماَأَرْجَعَكَ بِأَبِيْ أَنْتَ وَأُمِّي؟ قَالَ: إِنَّ فِي الْبَيْتِ سِتْرًا فِيْهِ تَصَاوِيْرُ، وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لاَ تَدْخُلُ بَيْتًا فِيْهِ تَصَاوِيْرُ.

“Aku pernah membuat makanan dan mengundang Rasulullah SAW, tatkala datang, beliau melihat gambar-gambar di rumahku, maka beliau langsung pulang. Kemudian aku berkata, “Wahai Rasulullah, apakah gerangan yang membuat baginda langsung pulang?” Beliau bersabda, “Sesungguhnya di rumahmu ada kain penutup yang bergambar dan sesungguhnya para Malaikat tidak memasuki sebuah rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar”.

c.    Waktu Walimah
Waktu mengadakan walimah amat tergantung kepada adat kebiasaan yang berlaku di suatu tempat pada suatu masa tertentu, walimah dapat diadakan pada waktu akad nikah terjadi atau sesudahnya, dapat pula ketika terjadi persetubuhan antara suami dan istri atau sesudahnya.
        Seperti menurut riwayat Bukhari, Nabi mengundang walimah pada perkawinan beliau dengan Zaenab sesudah terjadi hubungan suami istri.

3.    KONTEKSTUALISASI KONSEP WALIMAH DALAM ISLAM TERHADAP PERKEMBANGAN ZAMAN

            Konsep walimah di dalam islam bukan merupakan manifestasi untuk menghambur-hamburkan uang karena adanya unsur pesta dalam pelaksananya. Walimah dari segi harfiahnya adalah berkumpul, karena pada waktu itu berkumpul suami istri. Dalam istilah walimah yaitu khusus tentang makan dalam acara pestaa perkawinan, dalam kamus hukum Walimah juga adalah makanan pesta penganten atau setiap makanan untuk undangan dan lain sebagaimny. Di dalam islam, pengadaan suatu walimah bukan lah suatu paksaan jika memang tidak mempunyai harta yang banyak, cukup dengan keju, roti ataupun kurma sudah bisa mengadakan walimah, karena pada hakekatnya walimah adalah isyarat informasi kepada khalayak bahwa telah ada suatu pernikahan.Waktu pelaksanaan walimah dapat diadakan ketika aqad nikah atau sesudahnya, atau ketika hari perkawinan (mencampuri istrinya) atau sesudahnya. Hal ini leluasa tergantung kepada adat dan kebiasaan. Dalam riwayat bukhari disebutkan bahwa Rasulullah mengundang orang-orang untuk walimah sesudah beliau bercampur dengan Zainab. Pada jaman sekarang ini, pelaksanaan walimah selalu identik dengan hal-hal yang berbau pesta hiburan seperti misalnya musik, dari hal tersebut timbul pertanyaan apakah mengadakan suatu walimah dengan pertunjukan musik di bolehkan dalam islam. Yusuf Qardawi di dalam bukunya halal dan haram menjelaskan bahwa Nyanyian di bolehkan oleh islam, selama tidak di campuri ucapan kotor, cabul dan yang kiranya dapat mengarah kepada perbuatan dosa. Tidak salah pula jika di sertai dengan alunan musik selama tidak melenakan. Bahkan disunatkan dalam situasi gembira guna melahirkan perasaan riang dan menghibur hati.
Situasi gembira di atas slah satunya adalah pesta pernikahan, karena di dalam pernikahan mempunyai unsur kegembiraan bagi si penyelenggara ataupun tamu undangan. Penjelasan Yusuf Qaradhawi tersebut di pertegas oleh beberapa hadits Nabi yang di antaranya; Dari Aisyah r.a., bahwa ketika dia mengantar pengantin perempuan ke tempat laki-laki Anshar, maka nabi bertanya: ‘Hai Aisyah, apakah mereka ini di sertai dengan hiburan?. Sebab orang-orang Anshar gembira sekali terhadap hiburan”. (HR. Bukhari) Dari Ibnu Abbas ra., ia berkata: Aisyah pernah mengawinkan salah seorang kerabatnya dengan Anshar, kemudian Rasulullah SAW., datang dan bertanya: apakah akan kamu hadiahkan seorang gadis itu ? mereka menjawab: Benar, Rasulullah bertanya lagi: apakah kamu kirim bersamanya orang yang akan bernyanyi ? Aisyah menjawab: Tidak, kemudian Rasul bersabda: Sesungguhnya orang-orang Anshar adalah suatu kaum yang romantis. Oleh sebab itu alangkah baiknya kalau kamu kirim bersama dia itu seorang yang mengatakan: kami datang, kami datang, selamat datang, selamat datang”. (HR Ibnu Majah)
Mengenai waktu perayaan walimah ada sekit gesekan antara hadits nabi yang mengatakan bahwa “walimah pada hari pertama adalah haq, pada hari kedua adalah ma’ruf dan hari ketiga adalah ria dan sum’ah” dengan sebagian adat istiadat di Indonesia yang terkadang mengadakan walimah hingga berhari-hari. Mengenai hadits tersebut Ibnu Hajar Al Asqalani di dalam kitabnya mengutip penjelasan Imam Bukhari yang berkata bahwa, sanad Hadits ini tidak shaih dan maksudnya Zuhair yang meriwayatkan hadist tersebut tidak tergolong sahabat. Dia juga berkata; Ibnu Sirrin berkata, dari bapaknya, sesungguhnya ketika dia berkumpul dengan istrinya maka dia mengadakan walimah tujuh hari, dia mengundang Ubay bin Kaab dan Ubay menghadirinya”. Jika melihat dari penjelasan di atas maka ketika seseorang mengadakan walimah lebih dari satu hari itu bukanlah hal yang terlarang dengan catatan bahwa walimah tersebut tidak di niatkan untuk hal-hal yang negatif seperti untuk di puji orang atau untuk menghambur-hamburkan uang, dan seseorang yang di undang dalam acara tersebut di perkenankan untuk memenuhinya sebagaimana Ubay bin kaab.
Konsep walimah juga tidak terlepas dari saling mengundang antara si penyelenggara dengan tetangga, sesorang yang di undang mempunyai kewajiban untuk datang menghadirinya, bahkan di katakan dalam hadits di atas bahwa orang yang di undang tapi tidak datang menghadirinya maka di anggap telah durhaka kepada Allah dan Rasulnya. Di era moderen ini terkadang kesibukan merupakan salah satu faktor yang menghalangi seseorang untuk menghadiri suatu undangan bahkan karena kesibukannya bisa membuat seseorang lupa terhadap undangan. Hadits di atas di katakan bahwa orang yang di undang lalu tidak mendatanginya maka dia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasulnya, kata maksiat tersebut tidak di gunakan kecuali dalam melaksanakan kewajiban . Maka dari itu tidak ada alasan untuk tidak menghadiri suatu undangan, Al Mawardi mengatakan bahwa batasnya Udzur (halangan) adalah perkara-perkara yang bisa memberi keringanan tidak hadir shalat berjama’ah.
Syarat-syarat seseorang yang wajib menghadiri suatu undangan walimah, Dr Shalih bin Fauzan Al-Fauzan mengklasifikasikannya menjadi sebagai berikut: Pertama, Merupakan walimah yang pertama, jika telah berulang-ulang di selenggarakan walimah untuk kesempatan yang sama, menghadiri selebih dari yang pertama adalah tidak wajib. Kedua, Hendaknya pengundang adalah seorang muslim. Ketiga, Hendaknya pengundang bukan ahli maksiat yang berterus terang dengan kemaksiatannya yang biasanya wajib di jauhi. Keempat, Hendaknya pengundang menentukan yang di undang dan menghususkannya sehingga undangan itu tidakbersifat umum. Kelima, Tidak ada kemunkaran dalam walimah itu.

C.    PENUTUP

Kesimpulan
         Kenapa walimah sangat dianjurkan? karena rasulullah SAW selain melakukannya sendiri, rasulullah SAW juga menganjurkannya. Imam anas r.a, pernah menyebutkan bahwa pada suatu hari , Rasulullah SAW melihat tanda-tanda pengantin pada diri Abdurrahman Bin Auf, lalu beliau bertanya : Apa ini? Jawab Abdurrahman : “Saya baru saja mengawini seorang wanita dengan mahar emas sebesar biji kurma”. Mendengar itu beliau bersabda :
بارك الله او لم و لو بشا ة
Semoga allah memberkahimu ,selenggarakannlah walimah walau hanya dengan seekor kambing. (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim jelas merupakan anjuran untuk menyelenggarakan walimah atau pesta perkawinan.
Asy Syaukani telah mengklasifikasikan hadits-hadits tentang walimah secara mendetail sekali sehingga kita dapat mengetahui bahwa mengadakan suatu walimah sangat di anjurkan sekali sebagaimana hadits-hadits yang banyak di riwayatkan oleh Anas r.a. Hal itu menunjukan bahwa Nabi SAW sangat memperhatikan sekali perayaan dalam suatu pernikahan meskipun sangat sederhana sekali. Hal itu terlihat dari cara nabi merayakan pernikahannya dengan istri-istrinya yang hanya dengan bubur gandum, roti atau kurma.

Selain tentang walimah, Asy Sayaukani juga merincikan hadits-hadits nabi yang berkaitan dengan keharusan memenuhi Undangan dalam konteks undangan walimah. Dalam hadits-hadits tersebut di katakan bahwa jika sesorang tidak memenuhi suatu undangan maka ia di katakan sebagai seseorang yang maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya SAW, sementara kata maksiat tidak terlepas dari sesuatu yang di wajibkan, oleh sebab itu menghadiri suatu undangan merupakan hal yang di wajibkan bagi setiap mukmin.



Tag : Makalah
1 Komentar untuk "makalah- walimah ursi- pesta pernikahan"

Kak di mohon bantuanya mampir ya kak karena disini juga ada kak

http://hallowensss.dinstudio.com/14/1/home/
.

Back To Top