MAKALAH HUKUM ACARA PERDATA- EKSEKUSI DAN MACAM-MACAMNYA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tujuan akhir pencari keadilan ialah agar segala hak-haknya yang dirugikan oleh pihak lain dapat dipulihkan melalui putusan Hakim. Hal ini dapat tercapai jika putusan Hakim dapat dilaksanakan.
Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu Negara, merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara. Oleh karena itu eksekusi tiada lain daripada tindakan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata. Eksekusi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisah dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dalam HIR atau Rbg. Bagi setiaporang yang ingin mengetahui pedoman aturan eksekusi,harus merujuk ke dalam aturan perundang-undangan yang diatur dalam HIR atau Rbg.
Di dalam membicarakan pengertian eksekusi, akan dicoba menjelaskan beberapa hal yang erat kaitannya dengan pemahaman pengertian eksekusi itu sendiri.

B.    Rumusan Masalah
1.    Apa Pengertian Eksekusi?
2.    Apa saja Jenis-Jenis pelaksanaan Putusan/Eksekusi?
3.    Bagaimana Sita Eksekusi?
4.    Bagaimana Perlawanan Terhadap Sita Eksekusi?

C.    Tujuan Penulisan
1.    Untuk Mengetahui Pengertian Eksekusi.
2.    Untuk Mengetahui Jenis-Jenis Eksekusi/ pelaksanaan Putusan.
3.    Untuk Mengetahui Sita Eksekusi
4.    Untuk Mengetahui Perlawanan Terhadap Sita Eksekusi.



BAB II
PEMBAHASAN
EKSEKUSI / PELAKSANAAN  PUTUSAN

A.    Pengertian Eksekusi/ Pelaksanaan Putusan

Eksekusi adalah hal menjalankan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Suatu putusan dikatakan telah mempunyai kekuatan hukum tetap apabila:
1.    Para pihak telah menerima putusan.
2.    Tidak ada upaya hukum yang dilakukan para pihak atau salah satu pihak yang berperkara dalam tenggang waktu yang telah ditentukan.
3.    Telah diputus oleh pengadilan tingkat terakhir atau  kasasi.
Pelaksanaan putusan hakim atau eksekusi pada hakikatnya tidaklain ialah realisasi dari kewajiban pihak yang bersangkutan untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan tersebut.
Suatu perkara perdata itu diajukan oleh pihak yang bersangkutan kepada pengadilan untuk mendapatkan pemecahan atau penyelesaian. Pemeriksaan perkara memang diakhiri dengan putusan, akan tetapi dengan dijatuhkan putusan saja belumlah selesai persoalannya. Putusan itu harus dapat dilaksanakan atau dijalankan. Oleh karena itu, putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk dilaksanakan apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat Negara. Adapun yang memberi kekuatan eksekutorial pada putusan hakim ialah kepala putusan yang berbunyi “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan  Yang Maha Esa”.
Tidak semua putusan yang sudah mempunyai kekuatan pasti harus dijalankan, karena yang perlu dilaksanakan hanyalah putusan-putusan yang bersifat condemnatoir, yaitu yang mengandung perintah kepada suatu pihak untuk melakukan suatu perbuatan.
Putusan Hakim dapat dilaksanakan:
1.    Secara sukarela
Suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti dapat dilaksanakan secara sukarela oleh pihak yang dikalahkan. Apabila suatu perkara telah diputuskan dan telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, pihak yang dikalahkan secara sukarela dapat melaksanakan putusan tersebut. Dengan demikian selesailah perkaranya tanpa mendapat bantuan dari pengadilan dalam melaksanakan putusan tersebut.
2.     Secara paksa dengan menggunakan alat negara, apabila pihak terhukum tidak mau melaksanakan secara sukarela.
Sering terjadi bahwa pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan hakim secara sukarela sehingga diperlukan bantuan dari pengadilan untuk melaksanakan putusan tersebut secara paksa. Pihak yang dimenangkan dalam putusan dapat memohon pelaksanaan putusan (eksekusi) kepada pengadilan yang akan melaksanakannya secara paksa (execution force).
Berdasarkan Pasal 33 ayat (3) (4) UU No. 14/ 1970 jo UU No. 35 Th. 1999 jo Pasal 195 HIR/ 206 Rbg. Pelaksanaan eksekusi putusan Pengadilan Negeri dalam perkara Perdata dilakukan (dijalankan) oleh Panitera dan Jurusita atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri. Dalam melaksanakan eksekusi diusahakan supaya peri kemanusiaan dan peri keadilan tetap terpelihara.
Tata Cara Eksekusi:
1.    Pemohon eksekusi (yang menang perkara) mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri agar putusan itu dijalankan/dilaksanakan dan pengajuan permohonan terjadi karena yang kalah tidak mau melaksanakan secara sukarela.
2.    Atas dasar permohonan itu Ketua Pengadilan Negeri memanggil pihak yang kalah untuk dilakukan “Teguran” (aanmaning) agar ia memenuhi putusan dalam waktu 8 hari: Pasal 196 HIR/207 RBg.
3.    Jika tetap tidak mau, Ketua Pengadilan Negeri karena jabatan dengan “penetapan” memberi perintah agar disita barang bergerak dan kalau tidak cukup disita barang tetap sejumlah nilai dalam putusan pasal 197HIR/208 Rbg.
4.    Eksekusi selesai jika dapat dilaksanakan sesuai putusan/jumlah nilai sita sudah sama dengan bunyi amar dan dapat dilaksanakan berupa benda (barang) yang disita tersebut.

B.    Jenis-Jenis Eksekusi / Pelaksanaan Putusan

Ada beberapa jenis Pelaksanaan Putusan, yaitu:
1.    Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar sejumlah uang.
Prestasi yang diwajibkan adalah membayar sejumlah uang. Eksekusi ini diatur dalam pasal 196 HIR (Pasal 207 Rbg).
Apabila seseorang enggan untuk dengan suka rela memenuhi isi putusan dimana ia dihukum untuk membayar sejumlah uang, maka jika sebelum putusan dijatuhkan telah dilakukan sita jaminan, maka sita jaminan itu setelah dinyatakan sah dan berharga, secara otomatis menjadi sita eksekutorial. Kemudian eksekusi dilakukan dengan cara melelang barang-barang milik orang yang dikalahkan, sehingga mencukupi jumlah yang harus dibayar menurut putusan hakim dan ditambah dengan semua biaya sehubungan pelaksanaan putusan tersebut.
Jika sebelumnya belum pernah dilakukan sita jaminan, maka eksekusi dimulai dengan mensita sekian banyak barang-barang bergerak, dan apabila diperkirakan masih tidak cukup, juga dilakukan terhadap barang-barang tidak bergerak milik pihak yang dikalahkan sehingga cukup untuk memenuhi pembayaran sejumlah uang yang harus dibayar menurut putusan beserta biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan putusan tersebut. 
2.    Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan.
Hal ini diatur dalam pasal 225 HIR (Pasal 259 Rbg). Pasal tersebut mengatur pelaksanaan putusan hakim dimana seorang dihukum untuk melakukan sesuatu perbuatan, misalnya memperbaiki pagar, saluran air, yang dirusak olehnya, memasang kembali pipa gas yang karena kesalahannya telah diangkat dan sebagainya. Perbuatan semacam itu tidak dapat dilaksanakan dengan paksa.
Seandainya pun ada penghukuman uang paksa untuk tiap hari kelambatan memperbaiki misalnya, tergugat dihukum untuk membayar uang paksa sebesar Rp. 1.000,- apabila tergugat tidak mau melaksanakan.  Tidak dapat misalnya tergugat lalu di bawa ke Kantor Polisi untuk ditahan, tidak dapat misalnya disuruh untuk mengerjakan apa yang ia harus kerjakan itu dengan ditodong atau ditunggu/diawasi oleh yang berwajib.
Menurut pasal 225 HIR yang dapat dilakukan adalah menilai perbuatan yang harus dilakukan oeh tergugat dalam jumlah uang. Tergugat lalu dihukum untuk membayar sejumlah uang sebagai pengganti daripada pekerjaan yang ia harus lakukan berdasar putusan hakim. Yang menilai besarnya penggantian ini adalah Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
Dengan demikian, maka dapatlah dianggap, bahwa putusan hakim yang semula tidak berlaku lagi, atau dengan lain perkataan, putusan yang semula ditarik kembali,dan Ketua Pengadilan Negeri mengganti putusan tersebut dengan putusan lain.

3.    Eksekusi Riil

Yaitu eksekusi yang dilaksanakan secara nyata (riil) misalnya eksekusi pengosongan rumah/tanah, dan penjualan lelang barang-barang tetap atau tidak tetap milik tergugat yang kalah.
Yang dimaksudkan dengan eksekusi riil oleh Pasal 1033 Rv ialah pelaksanan putusan hakim yang memerintahkan pengosongan benda tetap. Apabila orang yang dihukum untuk mengosongkan benda tetap tidak mau memenuhi surat perintah hakim, hakim akan memerintahkan dengan surat kepada juru sita supaya dengan bantuan panitera pengadilan dan kalau perlu dengan bantuan alat kekuasaan Negara, agar barang tetap itu dikosongkan oleh orang yang dihukum beserta keluarganya. HIR hanya mengenal eksekusi riil dalam penjualan lelang (Pasal 200 ayat 11 HIR, Pasal 218 ayat 2 Rbg).
Dalam hubungan ini perlu dikemukakan, bahwa yang harus meninggalkan barang tetap yang dikosongkan itu adalah pihak yang dikalahkan beserta sanak keluarganya, bukan pihak yang menyewa rumah tersebut, misalnya, yang sebelum rumah tersebut disita atas dasar perjanjian sewa-menyewa telah mendiami rumah itu sejak dahulu.
Meskipun demikian apabila ternyata orang lain bukan tersita dan keluarganya, yang mendiami rumah tersebut sewaktu dilelang, maka rumah tersebut tidak dapat langsung dikosongkan, akan tetapi perjanjian sewa-menyewa termaksud harus terlebih dahulu dibatalkan.

C.    Sita Eksekusi

Sita eksekusi adalah  sita yang berhubungan dengan masalah pelaksanaan suatu Putusan Pengadilan Agama karena pihak tergugat tidak mau melaksanakan putusan yang telah mempunyai  kekuatan hukum tetap, meskipun pihak Pengadilan Agama telah memperingatkan pihak tergugat agar putusan Pengadilan Agama yang telah berkekuatan hukum tetap itu supaya dilaksanakan oleh tergugat secara sukarela sebagaimana mestinya.
Sita eksekusi yaitu sita yang didasarkan titel eksekutorial. Dalam penyitaan eksekusi tersebut dilakukan oleh panitera atau yang ditunjuk dan dibantu dengan 2 orang saksi dan menandatangani Berita Acara Sita Eksekusi. Jika yang disita barang tetap misalnya: tanah/rumah diperintahkan pada Kepala Desa agar diumumkan di tempat itu kepada khalayak umum agar diketahui dan oleh panitera “didaftarkan” pada Kantor (Badan) Pertahanan dan di register di kepaniteraan Pengadilan Negeri dalam buku “Register Sita Eksekusi.  
Sita Eksekusi (excecutorial beslag) ada 2 macam:

1.    Sita eksekusi langsung

Sita langsung tersebut diletakkan atas barang-barang bergerak dan barang-barang tetap milik debitor atau pihak yang kalah perkara.
Apabila misalnya, barang-barang yang disita sebelumnya dengan sita jaminan (C.B) yang kemudian dalam rangka eksekusi (karena telah memperoleh title eksekutorial) serta dilelang di muka umum, sedang hasilnya tidak mencukupi untuk membayar sejumlah uang yang harus dibayar berdasarkan putusan Pengadilan, maka secara langsung  untuk selanjutnya dilakukan sita eksekusi lanjutan atas barang-barang milik tergugat yang kalah itu untuk kemudian dilelang lagi.

2.    Sita eksekusi tidak langsung

Sita eksekusi tidak langsung adalah sita eksekusi yang berasal dari sita jaminan (C.B) atau sita revindikator (RB) yang amar putusan telah dinyatakan sah dan berharga, serta karena putusan telah berkekuatan hukum tetap sehingga memperoleh title eksekutorial, maka dalam rangka eksekusi demi hukum otomatis berubah menjadi sita eksekusi.

D.    Perlawanan Terhadap Sita Eksekusi

Terhadap sita eksekutorial, baik yang mengenai barang tetap maupun barang bergerak, pihak yang dikalahkan dapat mengajukan perlawanan (Pasal 207 HIR, 225 Rbg). Perlawanan ini dapat diajukan baik secara tertulis maupun lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan dan tidak akan menghambat dimulainya pelaksanaan putusan, kecuali kalau Ketua Pengadilan Negeri memberi perintah untuk menangguhkan pelaksanaan. Suatu bantahan mengenai pokok perkara yang telah diputuskan dalam putusan hakim tidak dapat digunakan untuk melawan sita eksekutorial.
Seseorang yang mengaku sebagai pemilik barang yang disita secara eksekutorial dapat mengajukan perlawanan terhadap sita eksekutorial atas barang tersebut. (persidangan 208 HIR, 228 Rbg). Dalam Yurisprudensi, pemilikan diartikan luas, termasuk hak  sende. HIR tidak mengatur tentang perlawanan pihak ketiga terhadap sita conservatoir.
Perlawanan terhadap eksekusi rill tidak diatur dalam HIR, sekalipun demikian dapat diajukan.
Pihak yang kalah sebagai termohon eksekusi (dari pemohon eksekusi) didasarkan atas:
1.    Sudah terpenuhinya apa yang diputuskan pengadilan tersebut.
2.    Syarat-syarat penyitaan yang ditentukan HIR/ RBg tidak diperhatikan.
3.    Melanggar larangan yang ditentukan pasal 197 (8) HIR/211 RBg yaitu tentang sita harta benda bergerak di tangan pihak ke tiga; dan sita atas hewan atau perkakas rumah tangga atau yang dipergunakan sungguh-sungguh sebagai mata pencahariannya.
Perlawanan Tereksekusi terhadap sita eksekusi ini baik terhadap barang bergerak atau barang tetap:
Pada azasnya perlawanan tersebut tidak menangguhkan eksekusi, Pasal 207 (3) HIR /227 Rbg dan terhadap putusan dalam perkara tersebut, maka permohonan banding dibolehkan.
Meskipun pada azasnya perlawanan Tereksekusi itu tidak menangguhkan/ menunda eksekusi, akan tetapi sebaiknya eksekusi haruslah ditangguhkan apabila segera tampak bahwa perlawanan tereksekusi tersebut beralasan, sebagai pelawan yang baik dan benar (jujur), ataupun eksekusi ditangguhkan dulu (paling tidak) menunggu sampai dijatuhkannya putusan perlawanan tersebut.

Untuk menaikkan traffic toko online kami minta bantuan klik disini supaya usaha kami berjalan dan kegiatan kami dalam dunia tulis menulis juga berjalan, semoga bermanfaat.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pelaksanaan putusan hakim atau eksekusi pada hakikatnya tidaklain ialah realisasi dari kewajiban pihak yang bersangkutan untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan tersebut.
Ada beberapa jenis Pelaksanaan Putusan, yaitu:
1.    Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar sejumlah uang.
2.    Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan.
3.    Eksekusi Riil.
Sita eksekusi yaitu sita yang didasarkan titel eksekutorial.
Sita Eksekusi (excecutorial beslag) ada 2 macam:
1.    Sita eksekusi langsung.
2.    Sita eksekusi tidak langsung.
Terhadap sita eksekutorial, baik yang mengenai barang tetap maupun barang bergerak, pihak yang dikalahkan dapat mengajukan perlawanan (Pasal 207 HIR, 225 Rbg). Perlawanan ini dapat diajukan baik secara tertulis maupun lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan dan tidak akan menghambat dimulainya pelaksanaan putusan, kecuali kalau Ketua Pengadilan Negeri memberi perintah untuk menangguhkan pelaksanaan. Suatu bantahan mengenai pokok perkara yang telah diputuskan dalam putusan hakim tidak dapat digunakan untuk melawan sita eksekutorial.
B.    Saran
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat banyak kekurangan, baik dalam isi, penyusunan bahasa atau pun penulisannya. Maka dari itu kami mohon kepada semua pihak untuk memberi saran.


DAFTAR PUSTAKA
Arto, Mukti. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
Manan, Abdul.  Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Kencana, 2008.
Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2010.
Soeparmono, R. Hukum Acara Perdata dan Yurisprudensi, Bandung: CV. Mandar Maju, 2005.
Sutantio, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Bandung: Mandar Maju, 1995.
Wahyudi, Abdullah Tri. Peradilan Agama di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

ARTIKEL PARTNER

KLIK DISINI

makalah terkait lainnya Makalah Pembuktian Hukum Acara Perdata dan Macam Macam Pembuktian
Tag : Makalah
0 Komentar untuk "MAKALAH HUKUM ACARA PERDATA- EKSEKUSI DAN MACAM-MACAMNYA"

Back To Top