JILBOOBS DALAM PERSPEKTIF ALQUR'AN, HADITS, DAN FIQIH


JILBOBS


Jilboobs adalah sebutan bagi seorang perempuan yang berjilbab sedangkan baju dan celananya ketat Sehingga terlihat seksi. atau terkesan menonjolkan bagian tubuh yang di anggap memiliki kelebihan. Demikianlah menurut pengertian yang berkembang dalam masyarakat. memang tidak dapat di pungkiri, di era saat ini fashion semakin beragam dan menarik. Apalagi dengan adanya tren fashion para perempuan muslim yang menggunakan jilbab, biasanya tren hijab seperti ini di pakai oleh kalangan perempuan yang baru atau ingin memakai jilbab tanpa menghilangkan gaya sebelum dia berhijab. Terutama di kalangan artis.
Menurut syariat islam menutup aurat hukumnya wajib bagi setiap orang mukmin baik laki-laki maupun perempuan terutama yang telah dewasa dan dilarang memperlihatkan maupun melihatnya kepada orang lain tanpa ada alasan yang yang dibenarkan syari’at. Seperti ketika sedang dalam proses pengobatan dan lain sebagainya.
Dalam kajian ini, redaksi tidak membahas dari sisi manfaat atau madlorot dari jilboobs itu sendiri juga dari penilaian social. Karena ada sisi lain yang jauh lebih penting dari itu, yaitu jilboobs menurut perspektif hukum islam, baik Al Qur’an, Hadits maupun Fiqh. Karena Alqur’an dan Hadits-lah sebagai pedoman hidup manusia dalam mengarungi samudra kehidupan. Sedangkan Fiqh adalah sebagai pemahaman dari kedua sumber pokok pedoman tersebut dan kedudukan Fiqh disini sangat penting mengingat ayat-ayat Al qur’an dan Hadits yang masih ijmal (global). Sehingga masih memerlukan pemahaman yang mendalam, meliputi asbabun nuzul, asbabul wurud, juga tujuan di syari’atkannya menutup aurat tersebut, tentunya tidak sembarang orang yang mampu memahinya dengan mendalam, maka dari itu, para ulama mazdhab menjelaskannya dalam kitab-kitab fiqih mereka, untuk memudahkan pemahaman bagi umat islam.
Sebelum membahas pokok permasalahan, redaksi ingin menyampaikan sebuah pernyataan yang redaksi Nukil dari pendiri Organisasi Islam terbesar di Indonesia Nahdlatul Ulama (NU) yaitu Mbah KH. Hasyim Asy’ari, sebagai landasan supaya paradikma pembaca ketika mencerna kajian ini bisa sejalan dengan maksud redaksi, meskipun tidak sejalan, paling tidak bisa meminimalisir kesalah pahaman setelah membaca kajian ini. Karna ketika kita membahas masalah hijab, tentunya tidak terlepas dari peradaban budaya khususnya dalam hal berpakaian antara Arab dan Indonesia. Mengingat islam turun di jazirah Arab, sedangkan kita sebagai bangsa Indonesia tentunya mempunyai perkembangan budaya dengan caranya kita sendiri.

 Untuk menaikkan traffic toko online saya, minta bantuannya ya gays "klik disini" sekedar klik saja, syukur-syukur deh kalo sekalian order. hehehe. supaya usaha dan kegiatan saya dalam tulis menulis tetap berjalan. semoga bermanfaat.



Beliau, pernah menyatakan bahwa “Islam Indonesia tidak harus berwajah sama dengan Islam Arab, karena keduanya mempunya akar dan tradisi yang berbeda. Yang penting adalah hal-hal yang ushuliyah, seperti Tauhid, Aqidah dan Fiqh tidak rusak karenanya (akar dan tradisi yang berbeda).” ….Penahluk Badai, Novel biografi KH. Hasyim Asy’ari karya Aguk Irawan M.N.
Dari pernyataan diatas redaksi rasa pembaca sudah bisa menebak kearah  mana nantinya redaksi akan membahasnya. Baiklah pertama-tama redaksi akan membahasanya dari perspektif Fiqh terlebih dahulu, sebab dalam konteks ini erat kaitannya dengan menutup aurat bahkan auratlah yang menjadi obyek atau inti dari permasalahan ini. karena, pengerntian menutup aurat dan batasan-batasannya dijelaskan dengan detail dan rinci dalam Fiqh.
Dalam kitab Al-Muhadzab Mushanif memberikan keterangan sebagai berikut :
ويجب ستر العورة بما لا يصف البشرة من ثوب صفيق او حلد او ورق فان ستر بما يظهر منه لون البشرة من ثوب رقيق لم يجزلأن الستر لا يحصل بذلك. (المهذب ص 64 ج 1) .
Dari keterangan diatas bisa kita pahami bahwa kewajiban menutup aurat adalah dengan sesuatau yang bisa menutupi kulit atau warna kulit baik dengan pakaian yang tebal tenunannya atau dengan kulit (kulit kambing, sapi, kerbau dll) atau daun.
Kemudian diperjelas lagi oleh Syeh Al-Bajuri sebagai berikut:
(قو له لون العورة) قدر الشا رح لون ليفيد الاكتفاء بما يمنع اللون دون الجرم كا لسراويل الضيقة لكنه يكره.
(البا جورى على ابن قا سم ص 139 ج 1)
Ulama syarah mengira-ngirakan/membatasi dengan warna (warna kulit/aurat), supaya bisa memberikan pemahaman bahwa menutup aurat dengan menggunakan sesuatu yang dapat menutupi warna kulit   (bukan bentuk tubuh) sudah di anggap cukup dalam konteks menutup aurat, seperti dengan memakai jelana panjang yang ketat, tetapi hukumnya makruh.
Dari pengertian yang disamapaikan para ulama di atas sudah jelas bahwa, jilboobs sudah memenuhi kriteria-kriteria dalam menutup aurat, karena menutup aurat bukan berarti menutup bentuk tubuh.akan tetapi cukup dengan menutupi warna kulit. Meskipun masih mempunyai hukum makruh. Mengenai hukum makruh, redaksi tidak membahas “hukum makruh” dari segi makna secara harfiah, tetapi membahas dari perspektif hukum. Makna Makruh secara harfiah memang mempunyai arti dibenci, tetapi “hukum makruh”kan boleh-boleh saja dikerjakan.
sedangkan dalam perspektif Al Qur’an redaksi mengangkat ayat 26 surat Al-A’raf  ayat 26 sebagai berikut:
يا بنى أدم قد انزلنا عليكم ليا سا يواري سو أتكم وريشا ولبا س التقوى ذلك خير. (الا  عرف 26)
…Hai anak adam, sesungguhnya kami telah menurunkan pakaian untuk menutupi auratmu, dan pakaian indah untuk perhiasan dan pakaian taqwalah itu yang lebih baik (Qs. Al-‘A’raf : 26).
Juga dalam Haidts shahih yang di riwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud sebagai berikut:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِيْ قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُوْنَ ثَوْبُهُ حَسَناً وَنَعْلُهُ حَسَنَةً. قاَلَ: إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ.
Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada kesombongan seberat biji debu. Ada seorang yang bertanya, "Sesungguhnya setiap orang suka (memakai) baju yang indah, dan alas kaki yang bagus, (apakah ini termasuk sombong?). Rasulullâh bersabda: "Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan, kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain".(HR. Muslim : 91).
Dari ayat Al Qur’an dan Hadits diatas bisa dipahami bahwa para jilbobs disini menutup aurat dengan pakaian untuk menghias diri supaya terlihat indah. Mengenai ketat dan tidaknya, itu hanyalah permasalahan perbedaan tradisi atau budaya yang berkembang dalam masyarakat itu
Maka dari itu redaksi menyimpulkan bahwa jilbobs boleh-boleh saja dengan syarat memenuhi ketentuan-ketentuan menutup aurat seperti yang telah ditentukan batas-batasnya oleh para ulama fiqih melalui ijtihad mereka.meskipun di masyarakat bahyak menuai perbincangan yang tidak mengnakkan, itu hanya perbedaan cara pandang saja.
Tetapi perlu di perhatikan juga, untuk menghindari dari hal-hal yang tidak di inginkan dan menjaga kesucian diri juga menjaga citra islam dari agama-agama tetangga, maka seseorang di anjurkan untuk berpakaian yang sekiranya tidak memancing emosi lawan jenis, sebab kalau kita pahami lebih mendalam, dalam penggunaan hijab baik pria maupun wanita mengandung hikmah bahwa sebenarnya Allah bermaksud untuk menata hubungan antara individu dengan yang lainnya. Dan menjaga kesucian seseorang agar dapat mencapai kesempurnaannya demi terwujudnya masyarakat yang sehat dan dibangun atas akhlak mulia serta nilai-nilai moralitas yang tinggi.
“sebaik-baik pakaian adalah pakaian taqwa”


Tag : Artikel
0 Komentar untuk "JILBOOBS DALAM PERSPEKTIF ALQUR'AN, HADITS, DAN FIQIH"

Back To Top