MAKALAH PERADILAN AGAMA-UPAYA HUKUM DALAM PERADILAN DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
              Terhadap putusan pengadilan yang dirasakan tidak atau kurang memenuhi rasa keadilan dalam undang-undang Peradilan Agama diberi ruang untuk mengajukan keberatan melalui upaya hukum banding, kasasi, maupun melalui peninjauan kembali.
Prinsip demikian, sejalan dengan asas dalam suatu kekuasaan kehakiman yang dalam hal ini membahas tentang Peradilan Agama, perlakuan setiaap orang yang sama dimuka hukum dengan tidak membeda-bedakan, selain itu juga bahwa setiap orangyang disangka, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya upaya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahan dan memperoleh kekuatan hukum tetap.

B.    Rumusan Masalah
1.    Bagaimana Pentingnya Upaya hukum terhadap Putusan Peradilan Agama?
2.    Bagaimana Prosedur, syarat-syarat dan waktu pengajuan banding, kasasi, dan peninjauan kembali?
3.    Apa saja putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu?

C.    Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui Pentingnya Upaya hukum terhadap Putusan Peradilan Agama.
2.    Untuk mengetahui Prosedur, syarat-syarat dan waktu pengajuan banding, kasasi, dan peninjauan kembali.
3.    Untuk mengetahui putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pentingnya Upaya Hukum Terhadap Putusan Peradilan Agama

Suatu putusan hakim itu tidak luput dari kekeliruan atau kekhilafan, bahkan tidak mustahil bersifat memihak. Oleh karena itu, demi kebenaran dan keadilan setiap putusan hakim perlu dimungkinkan untuk diperiksa ulang, agar kekeliruan atau kekhilafan yang terjadi pada putusan dapat diperbaiki. Bagi setiap putusan hakim pada umumnya tersedia upaya hukum.
Upaya hukum yaitu suatu usaha bagi setiap pribadi atau badan hukum yang merasa dirugikan haknya atau atas kepentingannya untuk memperoleh keadilan dan perlindungan/kepastian hukum, menurut cara-cara yang ditetapkan dalam undang-undang.
Upaya Hukum dalam Hukum Perdata diantaranya adalah:
1.    Banding
2.    Kasasi
3.    Peninjauan kembali
B.    Prosedur, Syarat dan waktu Pengajuan Upaya Hukum
1.    Banding
a)    Pengertian Banding
Banding artinya ialah mohon supaya perkara yang telah diputus oleh Pengadilan tingkat pertama diperiksa ulang oleh Pengadilan yang lebih tinggi (tingkat banding), karena merasa belum puas dengan keputusan Pengadilan tingkat pertama.
b)    Prosedur dan Waktu Pengajuan Banding:
(1)    Permohonan banding dapat diajukan dalam waktu 14 hari setelah putusan ditetapkan,atau setelah diberitahukan, dalam hal putusan diucapkan dalam hadir.
(2)    Terhadap permohonan banding yang diajukan melampaui tenggang waktu tersebut diatas, tetap diterima dan dicatat dengan membuat surat keterangan panitera bahwa permohonan banding telah lampau waktu banding.
(3)    Pernyataan banding dapat diterima, apabila anjar biaya banding yang ditaksir dalam SKUM oleh meja pertama telah dibayar lunas oleh pemohon banding.
(4)    Jika biaya banding telah dibayar lunas, maka Pengadilan Agama wajib membuat akta pernyataan banding, dan mencatat permohonan banding tersebut dalam register induk perkara dan register banding.
(5)    Akta permohonan banding dalam waktu 7 hari harus sudah disampaikan kepada pihak lawan.
(6)    Tanggal penerimaan memori dan atau kontra memori banding harus dicatat tanggal penerimaannya dan salinannya disampaikan kepada masing-masing lawannya, dengan membuat akta pemberitahuan atau penyerahan memori dan atau kontra memori banding.
(7)    Sebelum berkas perkara banding  dikirim  ke Pengadilan Tinggi Agama, harus diberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk mempelajari atau memeriksa berkasperkara (inzage) dan dituangkan dalam akta ceploit.
(8)    Dalam waktu 30 hari sejak permohonan bandingdiajukan, berkas banding berupa bundel A dan B harus sudah dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama.
(9)     Dalam menaksir biaya banding,diperhitungkan sesuai dengan besarnya biaya banding yang ditentukan oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama dan ongkos kirim uang ke Pengadilan Tinggi Agama ditambah dengan biaya pemberitahuan.
(10)    Satu bulan sejak tanggal permohonan banding, berkas perkara (bundel A dan B) harus sudah dikirim kepada Pengadilan Tinggi Agama.
c)    Syarat-Syarat Banding
(1)    Diajukan oleh pihak-pihak dalam perkara.
(2)    Diajukan masih dalam masa tenggang waktu banding.
(3)    Putusan tersebut, menurut hukum, boleh dimintakan banding.
(4)    Membayar panjar biaya banding, kecuali dalam hal prodeo.
(5)    Menghadap di Kepaniteraan Pengadilan Agama yang putusannya dimohonkan Banding.

B.    Kasasi

a)    Pengertian Kasasi

    Kasasi adalah pembatalan oleh Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan negeri dan putusan pengadilan tinggi (judex factie) yang dianggap bertentangan dengan hukum yang berlaku atau salah menerapkan hukum.
    Kasasi adalah suatu permohonan pemeriksaan tentang sudah tepat atau tidaknya penerapan hukum yang dilakukan pengadilan bawahan dalam menjatuhkan putusan.

b)    Prosedur dan Waktu Pengajuan Kasasi

(1)    Permohonan kasasi dapat diajukan dalam waktu 14 hari setelah setelah putusan diucapkan atau diberitahukan dalam hal putusan tersebut diucapkan di luar hadir Tergugat.
(2)    Pernyataan kasasi dapat diterima, apabila panjar biaya perkara kasasi yang ditaksir dalam SKUM oleh Meja Pertama telah dibayar lunas.
(3)    Apabila biaya kasasi telah dibyar lunas,maka pengadilan wajib membuat akta pernyataan kasasi dan mencatat permohonan kasasi tersebut dalam register induk perkara perdata dan register kasasi perkara perdata.
(4)    Akta pernyataan permohonan kasasi dalam waktu 14 hari sesudah pernyataan kasasi harus sudah diterima pada kepaniteraan Pengadilan Agama.
(5)    Tanggal penerimaan memori tersebut,harus dicatat dalam suatu keterangan panitera yang ditandatangani oleh Panitera.
(6)    Jawaban kontra memori kasasi, selambat-lambatnya 14 hari sesudah disampaikannya memori  kasasi, harus sudah diterima pada kepaniteraan Pengadilan Agama untuk disampaikan kepada pihak lawannya.
(7)    Dalam waktu 30 hari sejak permohonan kasasi diajukan, berkas kasasi berupa bundel A dan B harus sudah dikirim ke Mahkamah Agung RI.
(8)    Biaya pemeriksaan perkara kasasi untuk Mahkamah Agung RI harus dikirim melalui Bank BRI Cabang Veteran Raya Nomor 8 Jakarta Pusat, Rekening Nomor 011238-001-5 bersamaan dengan berkas yang bersangkutan.
(9)    Dalam menaksir biaya kasasi supaya diperhitungkan dengan besarnya biaya kasasi sebagaimana yang ditentukan oleh Mahkamah Agung RI tersebut diatas, ditambah dengan biaya pemberitahuan.
(10)    Fotokopi relaas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung RI supaya dikirim ke Mahkamah Agung RI.

c)    Syarat Syarat Kasasi

(1)    Diajukan oleh pihak yang berhak mengajukan kasasi.
(2)    Diajukan masih dalam tenggang waktu kasasi.
(3)    Putusan atau penetapan judex factie, menurut hukum dapat dimintakan kasasi.
(4)    Membuat memori kasasi.
(5)    Membayar panjar biaya kasasi.
(6)    Menghadap di Kepaniteraan Pengadilan Agama yang bersangkutan.
3.    Peninjauan Kembali

a)    Pengertian Peninjauan Kembali

    Peninjauan kembali adalah meninjau kembali putusan perdata yang telah memperoleh kekuatan hukumtetap, karena diketahuinya hal-hal yang baru yang dulu tidak dapat diketahui oleh Hakim, sehingga apabila hal-hal itu diketahuinya maka putusan Hakim akan menjadi lain.

b)    Prosedur dan waktu pengajuan Peninjauan Kembali

(1)    Dalam waktu 180 hari sejak putusan berkekuatan hukum tetap atau sejak ditemukan bukti-bukti baru, panitera menerima permhonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh pihak berperkara.
(2)    Pernyataan peninjauan kembali dapat diterima, apabila panjar biaya peninjauan kembali yang ditaksir dalam SKUM oleh meja pertama telah dibayar lunas.
(3)    Apabila panjar biaya Peninjauan Kembali telah dibayar lunas, maka Pengadilan Agamawajib membuat akta peninjauan kembali dan mencatat permohonan peninjauan kembali tersebut ke dalam register induk perkara dan register perkara peninjauan kembali.
(4)    Selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari, panitera wajib memberitahukan tentang peninjauan kembali kepada pihak lawannya, dengan mengirimkan salinan permohonan peninjauan kembali beserta alasan-alasan kepada pihak lawan.
(5)    Jawaban atas alas an peninjauan kembali, selambat-lambatnya 30 hari sejak alas an peninjauan kembali tersebut diterima, harus dibubuhi hari dan tanggal penerimaan yang dinyatakan diatas surat jawaban tersebut.
(6)    Dalam waktu 30 hari setelah menerima jawaban tersebut berkas peninjauan kembali berupa bundel A dan bundel B harus sudah dikirim ke Mahkamah Agung RI.
(7)    Dalam menaksir biaya peninjauan kembali,
(8)    Fotokopi relaas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung RI supaya dikrim ke Mahkamah Agung RI.

c)  Syarat-syarat pengajuan Peninjauan Kembali

(1) Diajukan oleh pihak yang berperkara.
(2) Putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(3) Membuat permohonan peninjauan kembali yang memuat alasan-alasannya.
(4) Diajukan dalam tenggang waktu menurut undang-undang.
(5) Membayar panjar biaya peninjauan kembali.
(6) Menghadap di Kepaniteraan Pengadilan Agama yang memutus perkara pada tingkat pertama.

C. Putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu

        Definisi singkat tentang pengertian putusan yang dapat dijalankan lebih dulu:  “putusan dapat dilaksanakan lebih dulu, mendahului putusan itu sendiri memperoleh kekuatan hukum tetap”. Maksudnya suatu putusan yang dijatuhkan pengadilan tingkat pertama, tanpa mempersoalkan apakah terhadap putusan para pihak akan mengajukan verzet, banding atau kasasi, dapat terus langsung dilaksanakan eksekusi berdasar putusan tersebut, sekalipun putusan yang bersangkutan belum memperoleh kekuatan hukum tetap. Padahal menurut ketentuan umum suatu putusan baru dapat  dijalankan eksekusi apabila putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Ini merupakan syarat pokok. Selama putusan belum memperoleh kekuatan hukum tetap, putusan belum dapat dijalankan.
        Prinsip umum diataslah yang dikesampingkan oleh ketentuan Pasal 181 ayat (1) HIR atau pasal 191 ayat (1) RBG. Menurut pasal ini, sekalipun putusan belum memperoleh kekuatan hukum yang tetap, dapat dijalankan eksekusinya. Tidak peduli apakah masih diajukan banding atau kasasi, putusan dapat langsung dieksekusi.
        Sebagai contoh, Pengadilan Agama Bogor sebagai Pengadilan tingkat pertama menjatuhkan putusan perkara harta bersama antara suami istri. Atas putusan itu suami mengajukan banding. Berarti putusan masih dalam proses banding, sehingga putusan masih mentah kembali. Oleh karena itu, belum memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Walaupun demikian, berdasar kekuatan pasal 180 ayat (1) HIR atau pasal 191 ayat (1) RBG diberi kemungkinan untuk dijalankan eksekusi, sehingga dikesampingkan asas umum yang menyatakan putusan baru dapat dijalankan eksekusinya apabila putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
    Suatu putusan hakim itu tidak luput dari kekeliruan atau kekhilafan, bahkan tidak mustahil bersifat memihak. Oleh karena itu, demi kebenaran dan keadilan setiap putusan hakim perlu dimungkinkan untuk diperiksa ulang, agar kekeliruan atau kekhilafan yang terjadi pada putusan dapat diperbaiki. Bagi setiap putusan hakim pada umumnya tersedia upaya hukum.
Ada beberapa Upaya hukum yaitu:
1.    Banding artinya ialah mohon supaya perkara yang telah diputus oleh Pengadilan tingkat pertama diperiksa ulang oleh Pengadilan yang lebih tinggi (tingkat banding), karena merasa belum puas dengan keputusan Pengadilan tingkat pertama.
2.    Kasasi adalah suatu permohonan pemeriksaan tentang sudah tepat atau tidaknya penerapan hukum yang dilakukan pengadilan bawahan dalam menjatuhkan putusan.
3.    Peninjauan kembali adalah meninjau kembali putusan perdata yang telah memperoleh kekuatan hukumtetap, karena diketahuinya hal-hal yang baru yang dulu tidak dapat diketahui oleh Hakim, sehingga apabila hal-hal itu diketahuinya maka putusan Hakim akan menjadi lain.
B.    Saran
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat banyak kekurangan, baik dalam isi, penyusunan bahasa atau pun penulisannya. Maka dari itu kami mohon kepada semua pihak untuk memberi saran.



DAFTAR PUSTAKA
Arto, Mukti. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
Harahap, M. Yahya. Kedudukan kewenangan  dan Acara Peradilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2005.
Hutagalung, Sophar Maru. Praktik Peradilan Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2011.
Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Kencana, 2008.
Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2010.
Wahyudi, Abdullah Tri. Peradilan Agama di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.





















Tag : Makalah
0 Komentar untuk "MAKALAH PERADILAN AGAMA-UPAYA HUKUM DALAM PERADILAN DI INDONESIA"

Back To Top