Bid'ah Dalam Perspektif Aswaja - Nahdlatul Ulama

Tidak Semua Bid'ah Dlolalah (sesat)

  Islam adalah Agama Rahmatan Lil’alamin, begitulah kiranya salah satu definisi sederhana sekaligus menjadi simbol bagi agama Islam yang mungkin sering kita dengar baik dari ceramah para muballigh maupun para guru kita dalam menyampaikan pelajarannya di sekolah maupun di Universitas, sesuai dengan ma’na bahasanya Islam sering di artikan damai (peace). Akan tetapi dalam kenyataannya tidak sedikit permasalahan-permasalahan yang muncul yang mengundang konflik Internal umat Islam itu sendiri maupun konflik External dengan umat beragama lain. Dalam konteks ini pembahasan yang akan saya uraikan, saya spesifikasikan kepada konflik Internal umat Islam itu sendiri, sebab akan sulit untuk membuktikan bahwa Islam adalah Agama Rahmatun Lil’alamin. Jika dalam umat Islam sendiri sering terjadi konflik karena perbedaan pandangan dan penafsiran dalam memahami Teks Al-Qur’an dan hadis.

Diantara segelintir masalah yang sering mengundang konflik internal umat Islam salah satunya adalah persoalan bid’ah. Kerap sekali seseorang di kafirkan. Dianggap musrik, sesat dan tidak di akui dalam golongannya. Karena percaya atau melakukan sesuatu yang berbau bid’ah. Oleh karenya kita harus benar-benar memahami secara mendalam apa itu bid’ah ? supaya kita tidak serampangan mengkafirkan dan menganggapp sesat suatu kelompok maupun orang lain.


Secara etimologis, kata bid’ah berasal dari kata bada’ah. Kata ini memiliki pengertian. “membuat sesuatu yang baru, yang tidak pernah ada sebelumnya. Namun secara doktrin, kata bid’ah kemudian memiliki ma’na yang lebih spesifik yaitu dimaknai sebagai “sesuatu yang baruyang di tambahkan ke dalam Agama Islam” atau “sesuatu yang tidak pernah ada dalam Islam, dan tidak pernah ada dalam praktik pada masa Rasulullah maupun landasannya dari Al-Qur’an dan Hadits, bahkan dalam sebuah Hadits yang sangat populer, sanksi terhadap perilaku bid’ah sangat berat , seperti Hadits di bawah ini yang di Riwayatkan oleh An Nasa’i no. 1578, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan An Nasa’i

مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلا هَادِيَ لَهُ ، إِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ


“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Dan yang disesatkan oleh Allah tidak ada yang bisa memberi petunjuk padanya. Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” .

Mengingat Teks Al-Qur’an maupun Hadits yang bahasannya masih Ijmal/Global (Umum) dan mempunyai nilai sastra yang sangat tinggi, maka tidak sedikit orang maupun kelompok yang salah dalam memahami teks tersebut. Untuk itu, akan saya jelaskan arti hadits tersebut melalui pendekatan logika, sebab saat ini logika lebih mudah dan lebih cepat dipahami dan diterima oleh banyak orang di banding gramatika bahasa arab yang cenderung sulit dan membutuhkan waktu yang tidak singkat untuk mempelajari dan memahaminya.

Dalam kiatab Ildlahil Mubham karangan syeh Ahmad Damanhuri, bahwasannya lafal كل (kullun) mempunyai 2 ma’na (sebagian dan semua). Seperti lafal كل yang terdapatdalam ayat وجعلنا من الماء كل شئ حي mempunyai arti sebagian, sebab Allah tidak hanya menciptakan segala sesuatu yang hidup dengan air saja, seperti syaitan yang di ciptakan oleh Allah SWT dari Api,malaikat dari cahaya dll, tetapi lafal كل yang terdapat dalam ayat كل نفس ذائقة الموت mempunyai ma’na (semua), sebab tidak ada ciptaan yang hidup abadi semua pasti akan mati.

Jadi sudah jelas bahwa lafal كل mempunyai 2 arti yaitu semua dan sebagian. Sekarang coba kita kupas lafal كل yang ada pada hadits tersebut كل بدعة ضلالة, وكل ضلا لة فى النار . seperti yang telah di jelaskan diatas bahwa bid’ah adalah perbuatan yang tidak pernah ada dalam Islam dan dalam praktik pada masa Rasulullah SAW. Jika lafal كل yang pertama dimaknai “semua” maka naik motor, memakai sarung, naik pesawat dll adalah bid’ah atau haram di lakukan. Sebab tidak pernah ada pada masa Rasulullah. Oleh sebab itu, orang-orang NU mema’nainya dengan ma’na “sebagian” sebab tidak semua bid’ah itu sesat dan realitanya seperti itu. Sedangkan lafal كل yang kedua, baru di bisa ma’nai dengan “semua” sebab tidak ada kesesatan yang tidak berakhir di Neraka.

Dan akhir-akhir ini banyak masyarakat yang dibuat bingung oleh statement seorang artis yang mendadak shaleh (Teuku Wisnu) tentang bacaan surat Al-Fatihah yang menurut dia tidak akan sampai dan tidak pernah dilakukan pada masa Nabi Muhammad masih hidup. Statement seperti ini jelas salah besar, dan ini menunjukkan bahwa pengetahuannya tentang Islam,sejarah Islam juga tentang Gramatika Bahasa Arab masih jauh dari cukup bahkan sangat dangkal. Saya yakin, seluruh umat Islam tahu bahwa nabi Muhammad pernah mendo’akan orang sudah meninggal dan juga membacakan Surat Al-Fatihah.


Nabi menganjurkan kita mensholati orang yang sudah meninggal, sholat secara bahasa adalah Do’a, sedangkan menurut istilah adalah ucapan dan perbuatan yang dimulai takbiratul ikhram dan di akhiri dengan salam. Di dalam sholat disyaratkan membaca surat Al-Fatihah. Bukankah itu bacaan Al Fatihah untuk si mayyiit? Masih Mengatakan Bid'ah? Dalam hal lain di dalam sholat mayit juga disyaratkan seperti itu, bahkan dalam takbir yang ke tiga dan ke empat jelas sekali bahwa doa tersebut di tujukan kepada si mayit.

Jadi Jelaslah, Bahwa Nabi juga membacakan surat Al-Fatihah kepada orang yang sudah meninggal, sekaligus mendo’akannya. Saya rasa dia perlu belajar lagi tentang Islam dan sejarah islam, supaya tidak serampangan dalam mengklaim sesuatu yang berhubungan dengan Ibadah yang membahayakan persatuan umat Islam khususnya di Negri Kita Indonesia apalagi dia sebagai Public Figur (Artis).

Pendek kata, setiap upaya membuat sesuatu yang baru dalam agama, sejauh itu tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits, maka hal itu di Perbolehkan.

Jangan Lupa Komentar, Kritik, Dan Sarannya

Wallahu A’lam Bisshowab
Tag : Artikel
0 Komentar untuk "Bid'ah Dalam Perspektif Aswaja - Nahdlatul Ulama"

Back To Top